Jakarta – Ramalan tentang akhir dunia sudah sering terdengar, namun kali ini datang dari meja laboratorium para fisikawan. Berdasarkan hasil riset terbaru, kiamat alam semesta diprediksi akan terjadi dalam 20 miliar tahun mendatang.
Penelitian ini merupakan kolaborasi antara fisikawan dari Cornell University di Amerika Serikat dan Jiao Tong University di Shanghai, China. Mereka juga melibatkan sejumlah lembaga ilmiah lainnya dalam proyek studi kosmologi ini.
Menurut hasil penelitian, alam semesta yang saat ini terus mengembang suatu saat akan mencapai titik maksimum. Dalam 7 miliar tahun ke depan, perluasan itu akan mulai melambat, lalu berbalik arah menjadi proses penyusutan. Alam semesta akan mengecil hingga akhirnya kolaps menjadi satu titik tunggal.
Fenomena ini disebut sebagai Big Crunch, yakni kebalikan dari Big Bang yang selama ini dikenal sebagai momen kelahiran alam semesta. Para ilmuwan memperkirakan bahwa kolaps total ini akan terjadi dalam waktu 33,3 miliar tahun sejak Big Bang. Karena usia alam semesta sekarang sudah mencapai 13,8 miliar tahun, maka sisa waktu menuju kehancuran total tinggal sekitar 20 miliar tahun.
Prediksi ini tidak dibuat sembarangan. Tim peneliti memanfaatkan data dari survei astronomi besar seperti Dark Energy Survey dan Dark Energy Spectroscopic Instrument. Data tersebut memberikan gambaran tentang struktur besar alam semesta dan energi misterius yang menggerakkannya.
Salah satu elemen kunci dalam studi ini adalah dark energy atau energi gelap. Diperkirakan bahwa 72 persen dari keseluruhan alam semesta terdiri dari energi gelap, sementara 23 persen adalah dark matter atau materi gelap, dan hanya 4,6 persen sisanya yang merupakan materi atom yang bisa diamati langsung.
Energi gelap dianggap sebagai kekuatan utama yang menyebabkan alam semesta mengembang. Namun para ilmuwan menduga bahwa ekspansi ini tidak berlangsung selamanya. Berdasarkan perhitungan terbaru, ekspansi akan mencapai titik maksimum yang hanya 69 persen lebih besar dari ukuran alam semesta saat ini. Setelah itu, proses kontraksi pun dimulai.
Salah satu analogi yang digunakan untuk menjelaskan skenario ini adalah karet gelang. Alam semesta saat ini ibarat karet yang terus ditarik hingga akhirnya mencapai batas, lalu kembali menjeplak ke ukuran semula dan terus menciut.
Namun, sebelum Big Crunch terjadi, planet Bumi sendiri kemungkinan besar sudah tidak akan ada. Diperkirakan Matahari akan berevolusi menjadi raksasa merah dan menelan Bumi dalam waktu 7 miliar tahun dari sekarang. Selain itu, tabrakan besar antara Bima Sakti dan galaksi Andromeda juga diprediksi akan terjadi dalam jangka waktu yang sama.
Meski terdengar meyakinkan, para ilmuwan tetap memberikan catatan penting. Prediksi ini memiliki margin kesalahan yang besar karena masih terbatasnya data observasi. Banyak variabel kosmologis yang belum sepenuhnya dipahami, khususnya yang berkaitan dengan sifat sejati dari energi gelap.
Sebagai perbandingan, kehidupan kompleks di Bumi baru muncul sekitar 600 juta tahun yang lalu. Maka 20 miliar tahun adalah rentang waktu yang luar biasa panjang dari sudut pandang manusia. Namun bagi kosmologi, itu hanyalah episode dalam siklus besar yang jauh lebih luas.
Penelitian ini bukan sekadar ramalan kiamat, melainkan usaha ilmiah untuk memahami masa depan alam semesta. Seiring berkembangnya teknologi observasi dan teori fisika, prediksi tentang nasib kosmos akan semakin tajam, meski pada akhirnya, misteri terbesar tetap berada di luar jangkauan manusia saat ini.