banner 728x250

“Fantasi Sedarah” di Facebook: Bukti Nyata Sosial Media Bisa Jadi Neraka Bila Tak Dikawal

Illustrasi Group Facebook Fantasi Sedarah yang Rusak Secara Moral
banner 120x600
banner 468x60

Oleh: PixelScribe | 18 Mei 2025


Ada yang busuk di media sosial—dan baunya menyengat sampai ke ruang publik.
Sebuah grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” viral dan sontak memicu kemarahan publik. Kenapa? Karena isinya menjijikkan, amoral, dan mengarah pada glorifikasi hubungan inses, sesuatu yang secara universal dikutuk oleh akal sehat, moralitas, dan hukum. Ini bukan sekadar “konten edgy” atau “komunitas niche”—ini adalah penyimpangan yang menginjak-injak batas kemanusiaan.

banner 325x300

🚨 Media Sosial Bukan Surga Ekspresi Bebas Tanpa Konsekuensi

Pengamat media sosial Enda Nasution awalnya memberi konteks tentang fungsi media sosial sebagai ruang berekspresi. Tapi mari kita luruskan: kebebasan berekspresi bukanlah tiket gratis untuk menyebar kekerasan seksual terselubung, apalagi dalam bentuk glorifikasi inses. Pernyataan normatif seperti “selama tidak melanggar ToS platform” terlalu lemah untuk kasus yang seberat ini.

ToS bukan kitab suci. Norma sosial, hukum negara, dan kesehatan mental publik jauh lebih penting daripada algoritma engagement dan kelonggaran moderasi platform digital.

😡 KPAI Menggugat, Netizen Menggila

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengecam keras keberadaan grup ini, menyebutnya sebagai kampanye penyimpangan seksual yang membahayakan struktur keluarga dan moral anak bangsa. Tepat! Tidak ada pembenaran untuk menjadikan kekerasan, eksploitasi, dan distorsi relasi keluarga sebagai “konten komunitas”.

Yang bikin tambah ngeri, grup ini punya ribuan anggota!
Berapa banyak yang masih remaja? Berapa yang korban? Berapa yang pelaku yang haus validasi di ruang digital gelap ini?

👮‍♂️ Polisi Bergerak, Tapi Kenapa Baru Sekarang?

Polda Metro Jaya mengonfirmasi sudah menyelidiki sejak seminggu lalu dan bahwa grup sudah ditutup oleh Meta. Tapi jujur saja: kenapa harus viral dulu? Kenapa tidak ada sistem deteksi dini dari pihak platform dan aparat? Mengapa publik harus jadi buzzer moral dulu baru kemudian hukum bergerak?

🧠 Platform = Mesin Uang, Bukan Polisi Etika

Facebook (Meta)—kita bicara tentang perusahaan triliunan dolar yang punya AI dan moderasi konten canggih. Tapi grup menjijikkan ini bisa tumbuh subur, bahkan terorganisir. Apa artinya? Platform lebih peduli soal engagement daripada kesehatan mental publik. Bila konten keji seperti ini tak otomatis ditendang dari algoritma, kita tak bisa lagi percaya mereka peduli pada keselamatan pengguna—terutama anak-anak.

🔥 Saatnya Bersikap: Lawan, Bongkar, Kawal

Kita tidak bisa diam. Grup-grup seperti ini bukan cuma masalah platform atau aparat, ini bencana budaya digital. Setiap orang tua, pendidik, pembuat kebijakan, dan influencer harus berdiri di garis depan:

  • Laporkan konten menyimpang.
  • Edukasi anak dan remaja soal bahaya konten seksual terselubung.
  • Desak Meta untuk transparan dan bertanggung jawab.
  • Dorong revisi Undang-Undang ITE yang lebih proaktif untuk kasus eksploitasi seksual digital.

👊 Ini Bukan Sekadar Grup — Ini Tanda Bahaya

“Fantasi Sedarah” bukan sekadar grup FB absurd. Ini simptom dari pembusukan sistemik di dunia digital. Saat platform berlindung di balik algoritma, saat polisi lamban, saat masyarakat acuh, maka yang lahir adalah neraka seperti ini—di mana anak bisa jadi korban, pelaku bisa berjaya, dan kita semua pura-pura tidak tahu.

Jangan pura-pura tidak tahu. Jangan biarkan ini terjadi lagi.


Jika kamu setuju artikel seperti ini harus lebih lantang lagi, bagikan dan suarakan. Jangan biarkan “normalisasi” penyakit moral digital ini menyebar ke generasi berikutnya. 👊

banner 325x300