banner 728x250

Proyek “Titan” Zuck: Rp 227 Triliun Demi AI Pengganti Manusia?

Illustrasi Mark Zuckerberg Menyiapkan Project Super AGI penganti Manusia
banner 120x600
banner 468x60

MENLO PARK, KALIFORNIA – Di tengah hiruk-pikuk perlombaan kecerdasan buatan, Mark Zuckerberg, panglima tertinggi Meta, kembali menciptakan friksi. Kali ini, bukan soal Metaverse yang belum juga ‘meledak’, melainkan ambisinya yang makin menggebu untuk menciptakan “superintelligence”—mesin yang diklaim mampu melampaui kapasitas nalar manusia. Kodenya jelas: Rp 227 triliun disiapkan, bukan untuk eksperimen, tapi untuk invasi AI secara total.

Bukan rahasia lagi jika Meta belum punya ‘pukulan telak’ di ring AI. Llama, model bahasa besar mereka, masih jauh dari status penantang serius ChatGPT. Frustrasi ini, menurut bisik-bisik dari Lake Tahoe dan Palo Alto, menjadi detonator bagi Zuck untuk turun langsung. Ia mengundang para arsitek AI ke kediamannya, bukan untuk minum kopi santai, tapi untuk membedah strategi dan merekrut talenta. Targetnya? Sekitar 50 pakar AI, disatukan dalam sebuah tim baru di kantor pusat Menlo Park, berdekatan langsung dengan sang CEO. Ini bukan restrukturisasi biasa; ini adalah deklarasi perang.

banner 325x300

Injeksi Skala Besar ke Scale AI: Sebuah Taktik Kuno?

Kabar yang beredar dari New York Times mengindikasikan bahwa Alexandr Wang, otak di balik Scale AI, startup berusia 28 tahun, menjadi pion penting dalam bidak catur Zuckerberg. Meta dikabarkan akan menyuntik dana fantastis hingga USD 14 miliar, atau setara Rp 227 triliun, ke Scale AI. Sebuah strategi yang sama dengan Alphabet ke DeepMind, atau Microsoft ke OpenAI—investasi masif tanpa akuisisi penuh. Ini adalah manuver cerdik yang memungkinkan Meta mendapatkan akses ke teknologi dan talenta tanpa perlu menelan seluruh entitas. Wang, yang dikenal sebagai pemimpin ambisius dengan kombinasi kecerdasan teknis dan bisnis, dipercaya menjadi eksekutor visi ambisius Zuck.

AGI: Antara Mitos dan Realitas yang Terabaikan

Tujuan akhir Zuckerberg adalah mencapai “superintelligence”, sebuah entitas AI yang melampaui kecerdasan manusia. Namun, sebelum menembus batas itu, teknologi harus lebih dulu mencapai Artificial General Intelligence (AGI)—kemampuan untuk melakukan apa pun yang bisa dilakukan manusia. Di sini, perdebatan masih panas. Beberapa peneliti bersikukuh kita hanya berjarak beberapa tahun, sementara yang lain skeptis, menganggap AGI masih jauh di awang-awang.

Kompetisi di ranah AI kini lebih brutal dari perang konsol era 90-an. Meta berhadapan langsung dengan raksasa seperti OpenAI yang disokong Microsoft, Alphabet dengan riset DeepMind mereka, dan pemain baru dengan dompet tebal seperti xAI milik Elon Musk, serta Anthropic. Bahkan Apple, yang sebelumnya terkesan lesu, kini mulai menunjukkan taringnya dengan pengumuman pengembangan AI terbaru.

Zuckerberg melihat AI sebagai ancaman eksistensial bagi bisnisnya. Jika AI bisa menjawab semua pertanyaan, untuk apa lagi mesin pencari? Jika AI bisa menggantikan aplikasi, untuk apa lagi dominasi smartphone? Strategi Meta dengan Llama yang bersifat open source adalah upaya untuk menjadi “Android-nya AI”—fondasi yang bisa digunakan siapa pun, berharap menjadi basis mayoritas AI di dunia. Sebuah pertaruhan berani, ataukah sebuah bentuk kepanikan yang terstruktur? Hanya waktu, dan presisi data di masa depan, yang akan menjawab.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan