Asosiasi Pabrik Rokok, GAPPRI, menyatakan bahwa PP 28/2024 ini menyimpang dari mandat Undang-Undang Kesehatan yang berlaku. Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, mengkritik bahwa ruang lingkup PP ini lebih banyak mengatur bisnis rokok dan tembakau, bukan fokus pada aspek kesehatan.
“Isi PP tersebut mengatur banyak soal di luar bidang kesehatan. Hal ini jelas bahwa PP 28/2024 ini melampaui kewenangannya (over authority),” tegas Henry.
Misalnya, PP ini mengatur mengenai larangan bahan tambahan, batasan tar dan nikotin di setiap batang rokok, larangan menjual eceran atau batangan, larangan menjual di radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta larangan menjual produk tembakau kepada orang yang berusia di bawah 21 tahun.
Henry berpendapat, seharusnya pengaturan rokok konvensional dan rokok elektronik diatur secara terpisah melalui Peraturan Pemerintah sesuai amanat Undang-Undang Kesehatan. Namun, dalam PP 28/2024 ini, keduanya disatukan dalam satu aturan.
Industri rokok yang merasa dirugikan dengan aturan baru ini pun mulai melakukan protes. Mereka menilai, jika PP ini dijalankan, maka industri rokok terancam gulung tikar. Pemerintah pun didesak untuk memperbaiki atau bahkan mencabut aturan tersebut demi melindungi kelangsungan bisnis rokok di dalam negeri.