Pandji Pragiwaksono, komika terkenal Indonesia, baru-baru ini menjadi sorotan setelah materi stand-up comedy-nya dianggap menyinggung masyarakat Toraja. Kabar yang beredar menyebutkan bahwa sebagai bentuk hukuman adat, Pandji diharuskan memberikan 96 ekor kerbau kepada masyarakat Toraja, suatu isu yang dilihat banyak orang sebagai bagian dari sanksi yang sangat serius.
Latar Belakang Kontroversi
Isu ini bermula setelah Pandji melakukan pertunjukan stand-up yang dinilai tidak menghormati budaya dan adat masyarakat Toraja. Beberapa pernyataan dalam penampilannya dianggap melecehkan dan merendahkan. Masyarakat Toraja yang merasa terganggu kemudian melayangkan kritik terhadap Pandji, dan akhirnya memunculkan kabar tentang sanksi tersebut.
“Dari awal, saya tidak pernah berniat menyakiti perasaan siapa pun. Toraja memiliki budaya yang sangat kaya, dan saya menghormatinya,” kata Pandji saat di wawancara di Jakarta pada 13 November 2025.
Pandji Meluruskan Kabar
Menanggapi kabar tentang sanksi adat, Pandji segera meluruskan informasi yang beredar. “Sanksi itu belum diputuskan karena dialog formal dengan perwakilan adat Toraja belum dilakukan,” jelasnya. Hal ini membuat banyak orang ingin memahami situasi yang sebenarnya di balik rumor yang berkembang.
Ketika ditanyai lebih lanjut, Pandji menegaskan bahwa Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, menyampaikan bahwa belum ada keputusan final mengenai hukuman yang harus ia terima. “Menurut Ibu Rukka, hal ini harus melalui dialog yang melibatkan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja,” sebutnya.
Pentingnya Dialog dalam Menyelesaikan Masalah
Pandji menggarisbawahi bahwa dialog sangat penting dalam menyelesaikan isu ini. “Kalau dialognya belum ada, secara otomatis hukumannya juga belum ada,” tegasnya. Menurutnya, pendekatan yang baik dan komunikasi yang konstruktif dapat membantu memperbaiki kesalahpahaman.
Dia juga mengatakan, jika masyarakat Toraja memiliki keluhan, ia siap untuk mendengarkan dan berdiskusi. “Masyarakat adat punya hak untuk mengungkapkan perasaan mereka. Kami seharusnya bisa saling mendengarkan,” ungkapnya.
Inisiatif Perdamaian yang Ditekankan
Lebih jauh, Pandji menyoroti bahwa jika nanti ada sumbangan yang diberikan, itu bukan karena sanksi, melainkan merupakan inisiatif baik untuk menjaga hubungan baik. “Sumbangan tersebut lebih kepada simbol perdamaian, sebagai tanda bahwa saya ingin hubungan ini berjalan dengan baik,” tuturnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Pandji ingin menunjukkan itikad baiknya, meski dalam situasi sulit. “Saya ingin menjaga persahabatan dan komunikasi yang harmonis dengan masyarakat Toraja, dan itu yang terpenting,” lanjutnya.
Tanggapan Masyarakat Toraja
Setelah klarifikasi dari Pandji, banyak masyarakat Toraja memberikan reaksi. Sebagian merasa apresiasi terhadap upaya yang dilakukan Pandji untuk meluruskan situasi. “Klarifikasi seperti ini sangat kami hargai. Dia menunjukkan inisiatif untuk berbicara dan mendengarkan,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.
Namun, di sisi lain, ada resiko bahwa pendapat ini tidak sepenuhnya diterima. Beberapa pihak masih skeptis dan merasa bahwa kata-kata saja tidak cukup. “Kami ingin melihat tindakan konkret, bukan sekadar klarifikasi,” keluh seorang warganet di media sosial.
Kesimpulan dan Harapan untuk Masa Depan
Kisah ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana sensitivitas budaya harus dijaga, terutama oleh mereka yang berdiri di depan publik. Pandji Pragiwaksono, meskipun menghadapi kritik, berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik.
Diharapkan, dengan dialog yang terbuka dan saling pengertian, isu yang mengalami ketegangan ini bisa diselesaikan dengan damai dan memberi ruang bagi kedamaian. Semoga ke depannya, para publik figur lainnya dapat belajar untuk lebih menghormati budaya lokal dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat.



















