Maturing: Ketika Kedewasaan Tak Lagi Soal Usia, tapi Soal Pilihan dan Kesadaran

Illustrasi Tentang Maturing (Kedewasaan)

Di era serba cepat dan penuh distraksi seperti sekarang, satu kata ini muncul berulang kali dalam feed Instagram, caption TikTok, atau status X (dulu Twitter): “maturing.” Tapi lebih dari sekadar bahasa Inggris untuk “menjadi dewasa”, kata ini kini memikul makna yang lebih dalam dan relevan dari sebelumnya.

“Maturing is realizing peace is better than attention.”
Kalimat seperti ini viral bukan tanpa sebab. Ia mewakili pergeseran cara pandang generasi muda terhadap hidup, cinta, bahkan terhadap diri mereka sendiri.


Apa Itu Maturing?

Secara bahasa, maturing adalah bentuk present participle dari kata kerja “mature”, yang artinya proses menjadi dewasa secara mental dan emosional. Tapi dalam konteks media sosial hari ini, istilah ini bukan sekadar definisi kamus. Ia adalah proses transformasi: dari reaktif menjadi reflektif, dari haus validasi menjadi haus ketenangan.

Ini bukan tentang bertambahnya angka usia, tapi tentang bagaimana seseorang memilih untuk menahan diri daripada membalas, memilih batasan daripada ketergantungan, dan memilih pertumbuhan daripada drama.


Maturing dalam Hubungan: Bukan Lagi Soal Chemistry, tapi Komitmen Emosional

Salah satu bentuk maturing yang paling sering kita lihat adalah dalam konteks hubungan. Generasi sekarang mulai sadar:
“Maturing is realizing that you need a partner with emotional intelligence.”

Lebih dari sekadar cinta, maturing adalah kesadaran bahwa hubungan sehat dibangun oleh dua orang yang:

  • Tumbuh bersama, bukan saling menyabotase.
  • Memberi ruang aman untuk menjadi rentan, bukan saling menekan dengan tuntutan.
  • Mampu mendengar, bukan hanya ingin dimengerti.

Alih-alih mencari pasangan yang “seru”, kita mulai mencari seseorang yang siap hadir sepenuhnya — secara emosional, mental, dan spiritual.


Maturing Adalah Memilih Diam, Tanpa Merasa Kalah

Dalam dunia yang mengajarkan bahwa validasi eksternal adalah segalanya — like, komentar, share, pujian — maturing datang sebagai perlawanan sunyi.
Ia muncul dalam bentuk ketenangan batin yang tak perlu diumumkan.
Ia terasa saat kamu:

  • Tidak lagi merasa perlu membuktikan diri ke orang yang tak penting.
  • Tidak terpicu setiap kali kamu dikritik.
  • Tidak menganggap semua perbedaan adalah serangan.

Dan di situlah maturing menjadi bentuk kemenangan dalam diam.


Lebih dari Emosi: Maturing Juga Tentang Cara Berpikir

Maturing juga terjadi ketika ide dan opini kita tidak lagi impulsif. Butuh waktu bertahun-tahun untuk sampai pada pemahaman bahwa benar belum tentu harus menang, dan bahwa argumen bisa dikalahkan, tapi empati tidak.

Dalam konteks intelektual, maturing adalah saat pemikiranmu tak lagi hitam-putih, tapi mampu melihat spektrum abu-abu. Kamu tidak lagi sok tahu, tapi ingin tahu. Kamu berhenti bicara paling keras, dan mulai bertanya paling jujur.


Kenapa Maturing Penting di Era Media Sosial?

Media sosial membentuk dunia yang cepat, penuh perbandingan, dan minim ruang untuk refleksi. Dalam dunia seperti ini, maturing adalah bentuk perlawanan spiritual.
Ia hadir saat kamu:

  • Unfollow akun yang bikin kamu merasa kurang.
  • Pause sebelum kamu membalas komentar negatif.
  • Berkata “tidak” meski takut mengecewakan orang.

Maturing bukan hanya keputusan pribadi — tapi proklamasi eksistensial. Bahwa kamu tidak lagi didefinisikan oleh algoritma, tapi oleh integritas dan inner peace.


Penutup: Maturing Adalah Proses, Bukan Tujuan Akhir

Tidak ada yang bangun tidur lalu “dewasa”. Kedewasaan adalah proses penuh luka, kehilangan, pertanyaan, dan keberanian untuk terus bertumbuh. Dan justru karena ia proses, maturing itu indah.

Karena pada akhirnya, maturing bukan berarti kamu tak pernah marah, sedih, atau salah.
Tapi kamu tahu kapan harus merespons, dan kapan harus melepaskan.
Kamu tahu bahwa kebahagiaan bukan kompetisi, tapi kenyamanan menjadi diri sendiri.

Exit mobile version