Dampak Kerusakan Hutan
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di Sumatera Utara baru-baru ini disebabkan oleh kerusakan parah di Ekosistem Hutan Harangan Tapanuli, terutama kawasan Batang Toru. Walhi Sumatera Utara menyatakan bahwa kerusakan ekosistem ini memiliki implikasi serius bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.
“Daerah yang paling terpengaruh meliputi Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara,” ujar Rianda Purba, Direktur Eksekutif Walhi Sumut, dalam pernyataan resmi terbaru. Dikatakannya, keberadaan Batang Toru sebagai hutan tropis yang esensial perlu dilindungi, mengingat peranannya yang sangat vital bagi ekosistem di wilayah tersebut.
Hutan Harangan Tapanuli berfungsi sebagai penyerap air, pencegah erosi, dan pengatur Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Kerusakan hutan yang ada menyebabkan air tidak tertampung secara baik, sehingga meningkatkan risiko bencana alam.
Teori Deforestasi dan Kebijakan yang Berisiko
Rianda menyebutkan bahwa salah satu indikasi kerusakan lingkungan adalah banyaknya kayu besar yang terbawa arus saat banjir terjadi. Citra satelit menunjukkan bahwa area gundul di sekitar lokasi sangat mencolok. “Kebijakan yang membuka ruang untuk eksploitasi hutan oleh perusahaan telah memperburuk kondisi di Batang Toru,” tegasnya.
Penebangan hutan untuk kepentingan industri, meskipun dilindungi oleh izin pemerintah, telah menjadi masalah yang sulit diatasi. “Setiap kali terjadi bencana, sering kali disalahkan kepada faktor alam, padahal kita harus menyadari bahwa ini adalah hasil intervensi manusia,” papar Rianda.
Banjir dan longsor tidak hanya merugikan secara material, tetapi juga memicu trauma berkepanjangan bagi masyarakat yang mengalaminya. Risiko bencana ini menuntut perhatian serius dari semua pihak, termasuk pemangku kebijakan.
Peta Risiko Bencana
Berdasarkan kajian risiko bencana nasional untuk Provinsi Sumatera Utara tahun 2022-2026, kawasan yang berada di Ekosistem Batang Toru dikategorikan dalam risiko tinggi terhadap bencana. Hanya Kabupaten Samosir yang masuk kategori risiko rendah. “Daerah-daerah yang terdampak banjir dan longsor saat ini telah dipetakan sebagai wilayah rawan,” ungkap Rianda.
Ketidakmampuan untuk mengelola risiko ini memberikan tantangan berat bagi masyarakat dan pemerintah. Walhi mendesak agar perhatian lebih difokuskan pada kawasan-kawasan yang sudah teridentifikasi berisiko, serta menekankan perlunya tindakan mitigasi yang lebih terencana.
Masyarakat yang terdampak banjir juga perlu dilibatkan dalam proses perencanaan. “Kami berharap agar pemerintah mendengarkan suara masyarakat dan melaksanakan program yang sesuai,” ujarnya.
Ancaman bagi Keanekaragaman Hayati
Kawasan Batang Toru bukan hanya menjadi tempat tinggal bagi manusia, tetapi juga habitat bagi berbagai satwa langka seperti Orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, dan spesies lainnya yang dilindungi. Kehilangan habitat menyebabkan beberapa spesies terancam punah, yang berarti kita harus bertindak secepatnya.
“Kerusakan hutan ini akan mengancam keberadaan spesies yang secara alami menjadi bagian penting dari ekosistem,” kata Rianda. Dia menekankan bahwa setiap langkah penebangan yang dilakukan secara ilegal berdampak luas bagi keseimbangan alami.
Perlu adanya kebijakan yang lebih ketat mengenai perlindungan terhadap flora dan fauna yang terancam. Menyadari bahwa kerusakan ekosistem akan berimbas pada masyarakat di sekitarnya, maka langkah penyelamatan harus menjadi prioritas utama.
Seruan untuk Tindakan Segera
Menyikapi situasi kritis ini, Walhi menyerukan agar pemerintah segera menghentikan semua aktivitas industri yang merusak di Ekosistem Batang Toru. “Kami meminta tindakan tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan, termasuk tujuh perusahaan yang diduga ikut berperan dalam bencana ini,” ungkap Rianda.
Walhi juga meminta agar pemerintah mengambil langkah preventif dengan menetapkan kebijakan perlindungan ekosistem Batang Toru melalui RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang terpadu di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional. “Kebijakan ini harus diprioritaskan untuk menjamin kelestarian lingkungan,” tambahnya.
Tuntutan untuk bảo vệ lingkungan ini harus diimbangi dengan asupan kebutuhan dasar bagi warganya yang terkena dampak, termasuk relokasi dan dukungan pasca-bencana.
Pelayanan Pasca Bencana yang Memadai
Kasus bencana yang terjadi di Sumatera Utara menyoroti pentingnya sistem penanganan bencana yang memadai. Menurut data terbaru, Polda Sumut mencatat 72 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya mengungsi akibat bencana baru-baru ini. “Banjir dan longsor ini telah meluas hingga ke 19 kabupaten/kota,” ungkap Kombes Ferry Walintukan dari Polda Sumut.
Penyediaan layanan darurat dan pascabencana harus menjadi prioritas bagi pemerintah. “Kita harus memastikan agar hampir semua kebutuhan masyarakat yang menjadi korban dapat terpenuhi dengan baik,” jelas Rianda.
Kedepannya, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam merancang strategi pemulihan agar mereka tidak hanya menjadi korban, tetapi juga bagian dari solusi.
Menjalin Kesadaran Lingkungan
Peran serta masyarakat dalam kegiatan pelestarian lingkungan menjadi sangat penting. Setiap individu diharapkan menyadari tanggung jawabnya untuk menjaga alam agar tidak semakin parah. “Kesadaran akan dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan harus ditanamkan sejak dini,” jelas Rianda.
Kampanye pendidikan tentang pelestarian lingkungan juga sangat krusial. Menyadari pentingnya konservasi untuk keberlangsungan hidup, masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam menjaga hutan dan lingkungan sekitarnya.
“Tak hanya itu, masyarakat harus berani melaporkan setiap praktik illegal logging yang terjadi di hutan Batang Toru,” tambahnya. Masyarakat dapat berperan aktif dalam melindungi keanekaragaman hayati yang ada.
Kolaborasi Lintas Sektor
Penanganan permasalahan hutan Batang Toru memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. “Kita semua harus bersinergi dalam menjaga lingkungan agar tidak semakin rusak,” ungkap Rianda.
Kerja sama lintas sektor sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang pro-lingkungan. Keterlibatan semua elemen dalam upaya pelestarian diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari berbagai aktivitas industri yang merusak.
Memikirkan Masa Depan
Untuk melindungi Batang Toru adalah juga untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. “Kita warisi tanggung jawab untuk menjaga hutan, dan itu harus mulai dari kita,” kata Rianda. Semua upaya yang dilakukan saat ini akan berdampak jangka panjang bagi kehidupan manusia dan ekosistem.
Di saat yang sama, kesadaran akan perlunya tindakan nyata untuk menyelamatkan lingkungan sangat dibutuhkan. “Kita harus menciptakan sebuah gerakan yang menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan,” tutup Rianda.
Dengan perkembangan kesadaran dan tindakan bersama, kita bisa berharap untuk memiliki masa depan yang lebih aman dan terlindungi dari dampak bencana alam.
