Pada 26 November 2024, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) mengambil langkah tegas dengan memecat AKP Dadang Iskandar dari jabatannya sebagai anggota Polri. Keputusan ini diambil setelah insiden penembakan yang merenggut nyawa rekannya, AKP Ryanto Ulil Anshar, di parkiran Polres Solok Selatan pada 24 November. Sidang etik yang berlangsung di Mabes Polri ini menyoroti tindakan Dadang yang dianggap mencoreng nama baik institusi kepolisian.
Peristiwa tragis ini terjadi sekitar pukul 00.30 WIB. Saat itu, Ryanto sedang mengambil ponsel dari dalam mobilnya. Tiba-tiba, Dadang mendekat dan menembaknya dari jarak dekat. Tembakan tersebut mengenai bagian pelipis dan pipi, hingga menyebabkan luka fatal di tengkuk Ryanto. Meskipun segera dilarikan ke rumah sakit, nyawa Ryanto tidak dapat diselamatkan.
Dalam sidang etik tersebut, Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menjelaskan bahwa perilaku Dadang dianggap sebagai perbuatan tercela. “Kami tidak akan mentolerir tindakan yang merusak citra institusi kepolisian,” tegas Sandi. Dalam putusan tersebut, KKEP memutuskan untuk menjatuhkan sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Dadang.
Kasus ini juga menarik perhatian publik karena diduga ada kaitan dengan penambangan ilegal yang sedang diselidiki oleh Ryanto. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Kapolda Sumatera Barat untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai motif di balik penembakan tersebut. “Kami ingin memastikan bahwa kasus ini ditangani dengan adil dan transparan,” ujarnya.
Sikap tegas Polri dalam menangani kasus ini diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Masyarakat menuntut agar tindakan tegas diambil terhadap anggota yang melanggar kode etik demi menjaga integritas dan kepercayaan publik. Kasus ini menjadi pengingat bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara profesional dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.