Kasus uang palsu yang menghebohkan di UIN Alauddin Makassar telah menarik perhatian masyarakat luas dan menimbulkan berbagai reaksi. Penangkapan 17 tersangka yang melibatkan pegawai kampus dan warga sipil ini menunjukkan bahwa praktik ilegal dapat merusak integritas institusi pendidikan yang seharusnya menjadi teladan moral.
Awal Mula Penangkapan
Kejadian ini bermula pada 19 Desember 2024, ketika pihak kepolisian melakukan penggerebekan di kampus UIN Alauddin, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, polisi menemukan sejumlah barang bukti berupa uang palsu pecahan Rp100 ribu yang telah diproduksi secara ilegal. Jumlah uang palsu yang disita mencapai 4.927 lembar, bersama dengan mesin cetak dan bahan baku yang digunakan untuk mencetak uang tersebut.
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Yudiawan, menjelaskan bahwa sindikat ini sudah beroperasi sejak 2010. “Kami menemukan bahwa praktik ini telah berlangsung cukup lama dan melibatkan banyak pihak,” ungkapnya dalam konferensi pers.
Siapa Saja Tersangka dan Perannya?
Dari 17 tersangka yang ditangkap, terdapat beragam latar belakang yang mengejutkan banyak orang. Salah satu tersangka paling mencolok adalah Andi Ibrahim, yang menjabat sebagai kepala perpustakaan UIN Alauddin. Ia diduga terlibat dalam pengedaran serta transaksi uang palsu. “Sangat disayangkan melihat pegawai kampus terlibat dalam kejahatan seperti ini,” kata seorang mahasiswa yang mengaku merasa dikhianati.
Selain Andi, ada juga Mubin Nasir, seorang karyawan honorer, yang berperan dalam mengedarkan uang palsu. Ia menyatakan bahwa kondisi ekonomi keluarganya mendorongnya untuk terlibat dalam aktivitas ilegal ini. “Saya tidak tahu harus berbuat apa. Keluarga saya butuh uang,” ujarnya dengan muka penuh penyesalan.
Kamarang Dg Ngati, seorang juru masak di kampus, juga ditangkap dalam penggerebekan tersebut. Ia mengaku awalnya tidak menyadari bahwa uang yang ia terima adalah palsu. “Saya terjebak karena iming-iming imbalan yang besar,” jelasnya.
Dampak Terhadap UIN Alauddin
Keterlibatan pegawai UIN Alauddin dalam kasus ini menciptakan dampak negatif yang signifikan. Banyak mahasiswa dan dosen merasa kecewa dan khawatir dengan reputasi kampus. “Kampus seharusnya menjadi tempat yang bersih dari praktik-praktik ilegal. Kami berharap pihak manajemen bisa segera menangani masalah ini,” kata seorang dosen yang enggan disebutkan namanya.
Wakil Rektor III UIN Alauddin, Khalifah, menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan investigasi internal. “Kami akan memberikan sanksi tegas jika terbukti bersalah. Ini adalah untuk menjaga nama baik institusi,” ujarnya.
Kepentingan Hukum dan Penegakan Hukum
Para tersangka kini berhadapan dengan hukuman berat. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Mata Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kapolda Yudiawan menegaskan bahwa kejahatan ini merupakan pelanggaran serius yang tidak bisa dianggap remeh. “Hukuman untuk para pelaku bisa mencapai seumur hidup, tergantung pada peran masing-masing,” ungkapnya.
Reaksi Masyarakat
Masyarakat juga memberikan reaksi keras terhadap kasus ini. Banyak yang meminta penegakan hukum yang adil dan transparan. “Kami ingin melihat tindakan nyata dari pihak berwenang. Ini adalah masalah serius yang harus ditangani dengan baik,” ujar seorang pedagang di sekitar kampus.
Polisi berjanji akan terus menyelidiki jaringan yang lebih luas di balik praktik ini. “Kami akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa kejahatan ini tidak terulang. Edukasi kepada masyarakat juga penting agar mereka bisa mengenali dan menghindari uang palsu,” jelas Kapolda.
Kesimpulan dan Harapan untuk Masa Depan
Skandal ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Integritas institusi pendidikan harus dijaga, dan semua elemen kampus diharapkan bisa berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik ilegal. “Kami berharap agar kejadian ini menjadi pengingat bagi semua untuk menjaga moralitas dan etika, terutama di dunia pendidikan,” kata seorang mahasiswa.
Dengan adanya penegakan hukum yang tegas dan kesadaran dari semua pihak, diharapkan bahwa masa depan pendidikan di Indonesia bisa lebih baik. Kejadian ini seharusnya menjadi dorongan untuk menjaga integritas dan etika dalam lingkungan akademis agar kejahatan serupa tidak terulang di masa depan.